Kata asma berasal dari kata “azo” atau “azin” yang berarti bernafas dengan sulit. Asma adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiolus) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiolus sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Asma didefinisikan juga sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan khususnya sel mast, eosinophil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan khususnya pada malam atau dini hari.
Asma pada awalnya diperkirakan disebabkan oleh
kombinasi faktor genetika dan lingkungan.[4] Diagnosis biasanya didasarkan atas
pola gejala, respons terhadap terapi pada kurun waktu tertentu, dan spirometri.
Asma diklasifikasikan secara klinis berdasarkan seberapa sering gejala muncul,
volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1), dan puncak laju aliran
ekspirasi.1 Asma dapat pula diklasifikasikan sebagai atopik (ekstrinsik) atau
non-atopik (intrinsik)7 dimana atopi dikaitkan dengan predisposisi perkembangan
reaksi hipersensitivitas tipe 1.
Asma juga merupakan
suatu keadaan di
mana saluran napas
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap
rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. Pada penderita
asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan
respon terhadap rangsangan
yang pada paruparu
normal tidak akan mempengaruhi saluran
pernapasan. Penyempitan ini
dapat dipicu oleh
berbagai rangsangan, seperti serbuk
sari, debu, bulu
binatang, asap, udara
dingin dan olahraga. Bagi
penderita asma melakukan aktivitas fisik
atau kegiatan yang berat dapat menjadi pencetus terjadinya serangan [1].
Sedangkan asma akibat pekerjaan
adalah asma yang disebabkan atau diperburuk situasi di tempat kerja seperti
iritasi, uap kimia, gas atau debu. Seperti jenis asma lain, pekerjaan dapat
menyebabkan gejala asma, seperti dada sesak, mengi dan sesak napas.
Asma Akibat Kerja Suatu
penyakit yang ditandai oleh gangguan aliran nafas dan hipereaktiviti bronkus
yang terjadi akibat suatu keadaan di lingkungan kerja dan tidak terjadi pada
rangsangan diluar tempat kerja. Sifat-sifat agen penyebab Asma akibat kerja
disebabkan oleh penyebab zat sensitisasi (contoh (tumbuhan: padi-padian, bulu
teh, kayu cedar merah); (hewan: tikus, marmut); (senyawa organik: formaldehid,
isosianat, toluen diisosianat, resin-resin epoksi); obat-obatan khususnya
antibiotik; dan enzim (detergen yang berasal dari Bacillus subutilis, papain,
pepsin,dll) maupun zat perangsang yang dikenal berada dalam pekerjaan atau
lingkungan kerja.
Asma akibat kerja tersebut
adalah asma bronkhial tetapi etiologinya bukan hanya allergen melainkan juga
zat kimia perangsang (iritan). Meliputi: agen-agen alkali, asam dan oksidan
kuat, dan debu inert dalam kadar sangat tinggi. Sumber dan kegunaan Agen-agen
tadi banyak dipakai pada proses industri, beberapa diantaranya terdapat sebagai
campuran yang tidak diinginkan. Zat-zat tersebut ditemukan pada: produksi dan
pengolahan makanan, industri kayu dan mebel, penangkaran hewan, industri kimia,
pekerjaan konstruksi, industri farmasi, produksi deterjen. ekanisme Kerja Gangguan pernapasan yang disebabkan oleh agen-agen sensitisasi
dan iritan ditandai dengan obstruksi saluran napas akut yang reversibel akibat
bronkokonstriksi, edema dan peradangan saluran napas dan ekskresi mukus yang
diinduksi oleh paparan terhadap agen-agen yang terkait dengan pekerjaan
tersebut.
1.
Klasifikasi Asma Akibat Kerja
Klasifikasi asma
ditempat kerja menurut The American College of Chest Physicians tahun 1995
adalah : [2,3]
a)
Asma Akibat Kerja
Asma yang disebabkan paparan zat ditempat kerja,
dibedakan atas 2 jenis tergantung ada tidaknya masa laten :
·
Asma akibat kerja dengan masa laten
yaitu asma yang terjadi melalui
mekanisme imunologis. Pada
kelompok ini terdapat masa
laten yaitu masa
sejak awal pajanan
sampai timbul gejala. Biasanya
terdapat pada orang yang sudah tersensitisasi yang bila
terkena lagi dengan
bahan tersebut maka
akan menimbulkan asma.
·
Asma
akibat kerja tanpa
masa laten yaitu
asma yang timbul setelah pajanan
dengan bahan ditempat
kerja dengan kadar tinggi
dan tidak terlalu
dihubungkan dengan mekanisme imunologis. Gejala
seperti ini dikenal
dengan istilah Irritant induced asthma
atau Reactive Airways
dysfunction Syndrome(RADS). RADS
didefinisikan asma yang
timbul dalam 24 jam
setelah satu kali
pajanan dengan bahan
iritan konsentrasi tinggi seperti
gas, asap yang
menetap sedikitnya dalam 3 bulan.
b)
Asma yang diperburuk ditempat kerja
Asma
yang sudah ada sebelumnya atau sudah mendapat terapi asma dalam 2 tahun
sebelumnya dan memburuk akibat pajanan
zat ditempat kerja. Pada karyawan yang sudah menderita asma sebelum bekerja, 15
% akan memburuk akibat pajanan bahan / faktor dalam lingkungan kerja. Meskipun
hal ini dapat meningkatkan risiko bagi seseorang untuk menderita asma akibat
paparan kerja, banyak orang yang memiliki alergi atau asma dan harus bekerja di
lingkungan yang sensitif untuk memicu peradangan paru namun mereka tidak pernah
mengalami gejala asma yang diakibatkan oleh lingkungan pekerjaan [4].
Jika
didiagnosis dan diobati sedini mungkin, asama akibat pekerjaan bisa
disembuhkan. Namun jika tidak segera diobati efek jangka panjangna bisa lebih
buruk. Tidak jelas sebab sebagian orang mengalami asma akibat pekerjaan. Ini
kemungkinan ada hubungannya dengan warisan sifat-sifat (genetika) atau karena
zat-zat tertentu di lingkungan kerja yang terakumulasi dari waktu ke waktu.
Gejala asma dimulai ketika paru-paru meradang.
Peradangan menyebabkan beberapa reaksi yang menyumbat saluran udara dan membuat
sulit bernapas. Setelah dihadapkan pada sesuatu yang memicu serangan asma,
saluran udara menjadi terbatas:
· Otot di sekitar saluran
udara menegang.
·
Saluran udara sendiri menjadi bengkak.
·
Menghasilkan terlalu banyak lendir.
Gejala asma kerja serupa
dengan yang disebabkan oleh jenis asma lain. Tanda dan gejala tersebut antara
lain:
·
Desah
·
Batuk
·
Sesak napas
·
Dada sesak
·
Gejala lain yang mungkin menyertai seperti:
·
Pilek
·
Hidung
·
Iritasi mata
2.
Asma Penyakit yang tidak Menular
Data Kemenkes mengungkap, angka prevalensi kasus Penyakit Tidak Menular
(PTM) selama 2013-2018 meningkat sampai 34 persen di Indonesia. Jenis PTM ada
banyak. Sebagai contoh alergi, diabetes, rematik, depresi, hipertensi, stroke,
paru-paru basah, dan asma. Dari sekian banyak kasus PTM, yang paling banyak
diidap masyarakat adalah asma. Data menunjukkan, 4,5 persen penduduk Indonesia
menderita asma. Jumlah kumulatif kasus asma sekitar 11.179.032 penderita [5].
3.
Pencegahan Asma akibat kerja
1.
Pencegahan
primer
Pencegahan
primer merupakan tahap
pertama terhadap bahan
/ zat paparan yang ada dilingkungan kerja seperti debu atau bahan kimia
agar tidak mengenai
pekerja, sehingga pekerja
tetap sehat selama
dan setelah bekerja. Kegiatan
yang dilakukan adalah
Health Promotion (Promosi
Kesehatan ) yaitu :
-
Penyuluhan tentang prilaku kesehatan dilingkungan
kerja.
-
Menurunkan
pajanan, dapat berupa
subsitusi bahan, memperbaiki ventilasi, automatis
proses (robot ),
modifikasi proses untuk menurunkan
sensitisasi, mengurangi debu rumah dan tempat kerja.
-
Pemeriksaan
kesehatan sebelum mulai
bekerja untuk mengetahui riwayat kesehatan dan menentukan
individu dengan resiko tinggi
-
Kontrol administrasi
untuk mengurangi pekerja
yang terpajan ditempat kerja dengan rotasi pekerjaan dan cuti.
- Menggunakan
alat proteksi pernapasan. Dengan menggunakan
alat proteksi pernapasan
dapat menurunkan kejadian asma
akibat kerja 10-20
%. Suatu penelitian dipabrik yang
menggunakan acid anhydride dengan konsentrasi tinggi, dari 66
pekerja yang menggunakan
alat proteksi pernapasan,
hanya 3 pekerja yang menderita
asma akibat kerja [2].
2.
Pencegahan
sekunder.
Pencegahan sekunder
adalah mencegah terjadinya
asma akibat kerja pada pekerja yang
sudah terpajan dengan
bahan dilingkungan
pekerjaannya. Usaha yang
dilakukan adalah :
Pengendalian jalur kesehatan
seperti pemeriksaan berkala. Pemeriksaan berkala
bertujuan mendeteksi dini
penyakit asma akibat kerja.
Usaha yang dilakukan
adalah pemeriksaan berkala
pada pekerja yang terpajan
bahan yang berisiko
tinggi menyebabkan asma akibat kerja. Pemeriksaan berkala
ditekankan pada 2 tahun pertama dan bila memungkinkan
sampai 5 tahun.
Bila terdeteksi seorang
pekerja dengan asma akibat
kerja, kondisi tempat
kerja harus harus
dievaluasi apakah
memungkinkan bagi pekerja
untuk tetap bekerja
ditempat tersebut atau pindah ketempat lain.
3. Pencegahan
tersier
Dilakukan pada pekerja yang sudah
terpapar bahan / zat ditempat kerja
dan diagnosis kearah
asma akibat kerja
sudah ditegakkan. Tindakan
penting yang dilakukan adalah menghindarkan penderita dari pajanan lebih
lanjut, untuk mencegah
penyakit menjadi buruk
atau menetap.Bagi mereka yang
belum pindah kerja
harus diberitahu bahwa, apabila terjadi
perburukan gejala atau
memerlukan tambahan
pemakaian obat-obatan atau
penurunan fungsi paru
atau peningkatan derajat hiperaktiviti
bronkus, maka penderita
seharusnya pindah kerja sesegera mungkin. Pada pekerja yang
telah pindah kerja ketempat yang bebas
pajanan harus dilakukan
pemeriksaan ulang setiap
6 bulan selama 2
tahun untuk menilai
kemungkinan penyakit menetap
atau tidak [4].
DAFTAR PUSTAKA
1.
Respir J.1994;7:346-371Nugroho, Sigit. Terapi
Pernapasan pada Penderita
Asma. Yogyakarta: UNY ; 2009.
2. Alimudiarnis. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Asma Akibat
Kerja. Sub Bagian Pulmonologi Bagian Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran. Universitas Andalas ; 2008.
3.
Yeung
MC, Malo JL.Aetiological agents
in occupational asthma.Eur
4. Dokter Digital. Asma Akibat Paparan Kerja. http://www.dokterdigital.com/id/penyakit/292_asma-akibat-paparan-kerja.html.
tanggal 30 Desember 2015.
5.
Pranita, Ellyvon. Asma, Penyakit Tidak Menular yang Paling
Banyak Diidap Orang Indonesia. https://sains.kompas.com/read/2019/10/15/110947623/asma-penyakit-tidak-menular-yang-paling-banyak-diidap-orang-indonesia?page=all.
15 Oktober 2019.
0 Comments